Bijaklah Membangun Polisi Tidur
Sebagai seorang pengguna motor untuk mendukung aktivitas sehari-hari, penulis kadang suka merasa kesal bila menemukan jalanan yang banyak dibangun polisi tidurnya, terlebih bila jalanan itu hanya cukup memuat satu mobil untuk dilewati karena bila kita berada di belakangnya akan membuat kita kesulitan untuk melewatinya. Apalagi saat kita sedang terburu-buru.
Polisi tidur mungkin bertujuan
baik untuk memperlambat laju kecepatan kendaraan terutama di daerah-daerah
pemukiman yang memiliki banyak anak-anak, tempat-tempat ibadah dan
sekolah-sekolah.
Namun demikian, penulis sepakat
dengan apa yang ditulis pada wikipedia, yang menyebut bila polisi tidur yang
umumnya ada di Indonesia, terutama di Jakarta, khususnya lagi di wilayah
Jagakarsa Jakarta Selatan lebih banyak yang bertentangan dengan desain polisi
tidur yang diatur berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994
dan hal yang demikian ini bahkan dapat membahayakan keamanan dan kesehatan para
pemakai jalan tersebut.
Bila pembaca yang sering atau
pernah melewati sejumlah jalan di bilangan Jagakarsa seperti penulis, pasti
mengetahui di jalan-jalan mana saja polisi tidur itu banyak ditemukan.
Tingginya polisi tidur dan
terlalu dekatnya jarak dari satu polisi tidur ke polisi tidur lainnya yang
dibangun, menurut penulis bisa berakibat fatal apabila di malam hari jalanan
itu juga tidak dilengkapi dengan penerangan yang memadai. Demikian juga bagi
para wanita hamil yang naik motor.
Menurut pengamat Transportasi
dari ITB Saptahari Sugiri yang penulis kutip dari rappler.com, mengatakan
bahwa polisi tidur memang menjadi salah satu penyebab kecelakaan, terutama
kecelakaan tunggal. Polisi tidur, kata Saptahari, merupakan penyebab kecelakaan
tunggal terbanyak selain jalan rusak.
Selain itu,
penulis mengira beberapa polisi tidur dibangun dengan seenaknya oleh para
pemilik bangunan di depan jalanan itu, seperti oleh para pemilik tempat usaha
dan lain-lain.
Padahal, berdasarkan Keputusan Menteri
Perhubungan No. 3/1994 seperti disebut di atas, juga telah mengatur bahwa
membangun polisi tidur tidak boleh dilakukan sembarangan dan ada sanksi
hukumnya bila seseorang atau sekelompok orang membangun polisi tidur tanpa
memiliki kewenangan.
Mereka yang membangun polisi
tidur tanpa kewenangan bisa dianggap melanggar Pasal 105 ayat (1) Perda DKI
Jakarta 12/2003 dan dikenakan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Penulis berharap ada sosialisasi
masif secara nasional terkait hal ini oleh pihak yang berwenang, pun oleh pihak
berwenang yang berada di setiap wilayah/kawasan. Jika perlu dikampanyekan melalui
tayangan iklan di televisi.
Well … Penulis menghadirkan tulisan ini dipicu oleh kekesalan penulis melihat fenomena bahasan post ini yang sekaligus menjadi tambahan wawasan bagi penulis sendiri dan semoga juga para pembaca sekalian terkait bahasan ini :)
Well … Penulis menghadirkan tulisan ini dipicu oleh kekesalan penulis melihat fenomena bahasan post ini yang sekaligus menjadi tambahan wawasan bagi penulis sendiri dan semoga juga para pembaca sekalian terkait bahasan ini :)
Terpikir juga mengapa ia disebut
sebagai polisi tidur. Seperti dari dikutip Wikipedia yang ditulis di atas, yang
menyebut tidak jelas siapa pencipta ungkapan polisi tidur dan sejak kapan
ungkapan itu digunakan dalam pertama kali dalam Bahasa Indonesia. Kemungkinan
istilah tersebut berasal dari Bahasa Inggris Britania (British English), sleeping
policeman.
Frase ‘polisi tidur’ juga sudah
dicatat oleh Abdul Chaer dalam Kamus Idiom Bahasa Indonesia yang diterbitkan
pada 1984 yang diberi makna "rintangan (berupa permukaan jalan yang
ditinggikan) untuk menghambat kecepatan kendaraan".
Istilah polisi tidur juga tercantum dalam KBBI Edisi Ketiga (2001)
dan diberi makna "bagian permukaan jalan yang ditinggikan secara melintang
untuk menghambat laju kendaraan".
Sedangkan bila merujuk pada Kamus
Indonesia-Inggris yang sering menjadi rujukan di Indonesia yaitu kamus yang
disusun oleh John M.Echols dan Hasan Shadily mencantumkannya dengan traffic
bump, tepatnya pada Edisi Ketiganya yang diterbitkan pada tahun 1989 lalu.
Image:
jogjaupdate.com
wikipedia/rappler
Comments
Posting Komentar