Minggu, 26 November 2017

Mesjid Agung Sunda Kelapa Menteng

Mesjid Agung Sunda Kelapa Menteng





Mesjid Agung Sunda Kelapa Menteng yang terletak di belakang Gedung Bappenas ini merupakan salah satu mesjid yang penulis sukai walaupun sejak beberapa tahun terakhir ini jarang berkunjung ke sana.


Sekitar satu dekade yang lalu, penulis saban hari yakni dari Senin hingga Jumat mampir ke mesjid ini untuk shalat Maghrib berjamaah.

Well … Di masa itu penulis bekerja di Jalan Hayam Wuruk Jakarta Barat dan tinggal di Anggrek Nelly Murni Slipi, tak jauh dari kantor pusat sebuah partai politik yang juga terletak di Jakarta Barat. Saban hari penulis selesai bekerja jam 5 atau setengah 6 sore.

Seperti yang telah penulis sampaikan di bagian Prolog blog ini, bahwa sebagian post yang ada berisi tulisan jenis Recount, maka penulis menghadirkan tulisan ini dalam jenis tulisan seperti itu.

Kembali ke bahasan, penulis memang lebih memilih ke Mesjid Sunda Kelapa daripada langsung pulang ke Slipi karena jam-jam sekitar itu jalanan menuju Slipi sangat macet. Ditambah lagi penulis juga menyukai jalanan di kawasan elit Menteng yang tak semacet jalanan menuju Slipi.

Karena bisa dicapai dalam waktu yang tak terlalu lama dengan motor dari Jalan Hayam Wuruk, maka penulis selalu bisa shalat Maghrib tepat waktu di Mesjid Sunda Kelapa, walaupun di sekitar Hayam Wuruk sebenarnya terdapat beberapa mesjid dan mushala.

Tidak jarang, penulis juga menunaikan shalat Isya di Mesjid Sunda Kelapa karena selalu rutin menyelenggarakan berbagai kajian kerohanian setelah menunaikan shalat Maghrib yang diadakan oleh pengurus mesjid dan Remaja Islam Mesjid Sunda Kelapa (RISKA) sehingga penulis selalu mendapatkan pencerahan dan merasa sejuk ketimbang meluangkan waktu untuk nongkrong ke tempat-tempat lainnya.  

Salah satu mubaligh yang penulis sukai waktu itu adalah Aa Hadi Wibowo yang ternyata merupakan kakak dari teman sekolah penulis di masa SMA yang juga menjadi mubaligh yakni Aa Reza. Aa Hadi ternyata juga adalah salah satu senior penulis dari SMA yang sama dan penulis baru mengetahui beberapa tahun kemudian. 

Selepas melaksanakan shalat, penulis biasanya bersantap malam di warung-warung makanan yang ada di sekitar mesjid, untuk selanjutnya pulang ke Slipi yang kemacetannya sudah berkurang sehingga penulis merasa lebih nyaman untuk menyusuri jalanan menuju Slipi. 

Dikutip dari Wikipedia, Mesjid Sunda Kelapa yang tak berkubah ini dibangun atas prakarsa Ir. Gustaf Abbas, seorang arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang juga mendesain Mesjid Salman yang berada di Jalan Ganesha, Bandung. 

Mesjid Sunda Kelapa memiliki bentuk bangunan yang khas dan berbentuk perahu yang menjadi symbol Pelabuhan Sunda Kelapa yang dijadikan nama mesjid ini. 

Sejumlah petinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) ikut andil mendukung gagasan Abbas dengan memberikan bantuan dana awal pembangunan Mesjid Sunda Kelapa yang kemudian dilanjutkan dan diselesaikan di masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin pada 1970. 

Mesjid Sunda Kelapa memiliki Ruang Ibadah Utama, Aula Sakinah, dan Serambi Jayakarta yang berdiri di area lahan seluas 9.920 m² dan mampu menampung 4.424 jemaah. 

Image:
 dimasjid.com

Sumber:
wikipedia



Mesjid Agung Sunda Kelapa Menteng
4/ 5
Oleh

Comments