Rabu, 27 Desember 2017

Gabus Pucung dan Sejarah yang Melatarbelakanginya

Gabus Pucung dan Sejarah yang Melatarbelakanginya

Gabus Pucung dan Sejarah yang Melatarbelakanginya
Rabu, 27 Desember 2017
Gabus Pucung dan Sejarah yang Melatarbelakanginya
Gabus Pucung

 

Gurihnya Gabus Pucung

 

Masyarakat Betawi ternyata memiliki sejumlah penganan yang memiliki sejarah dan pengaruh dari masyarakat lain yang melatarbelakanginya. Setelah menghadirkan Nasi Ulam dan Bir Pletok yang dipengaruhi oleh budaya masyarakat lainnya yakni Melayu dan Belanda, kali ini penulis menghadirkan Gabus Pucung sebagai salah satu penganan/makanan yang memiliki kisah sejarahnya sendiri.

Gabus Pucung adalah salah satu makanan khas Betawi yang terbuat dari ikan dengan sajian kuah kental layaknya kuah rawon di Jawa Timur yang rasanya 'rame': asin, gurih dan pedas. 

Gurihnya kuah Gabus Pucung disebabkan oleh bahan-bahan seperti kemiri yang diulek yang kemudian dicampur dengan bawang merah, bawang putih, jahe dan kunyit lalu ditambahkan daun salam, daun bawang yang dipotong kecil-kecil, serai, dan cabai hijau. Sedangkan Kuah Gabus Pucung yang berwarna hitam berasal dari pucung.  

Gabus Pucung sangat nikmat disantap bersama nasi putih hangat dimana ada sensasi tersendiri seiring rasa pedas dan rasa gabus yang memiliki daging tebal.

Ternyata Gabus Pucung memiliki sejarahnya sendiri yang disebabkan oleh ketidakmampuan masyarakat Betawi di zaman 'old', tepatnya lagi-lagi di masa imperialisme Belanda,  untuk mengkonsumsi ikan mas, mujair atau bandeng yang saat itu termasuk makanan mahal dan menjadi santapan orang-orang gedongan

Untuk mengganti ikan-ikan tersebut, maka masyarakat Betawi saat itu memilih ikan gabus yang mudah didapat karena berkembang biak secara liar untuk dijadikan menu masakan. 

Kini Gabus Pucung sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari salah satu tradisi masyarakat Betawi yang disebut nyorong  yang berarti memberikan. 

Nyorong dalam pemahaman lebih luas bisa berarti mengantarkan makanan oleh anak kepada orang tua atau oleh menantu kepada mertua yang biasa dilakukan saat menjelang bulan puasa atau hari lebaran sebagai pengikat tali silaturahmi dalam masyarakat Betawi. 


image: KabarKuliner
Sumber: Saliha
Gabus Pucung dan Sejarah yang Melatarbelakanginya
4/ 5
Oleh

Comments